Indramayu, PN
Fraksi Partai Demokrat DPR RI dengan tegas menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Penolakan itu salahsatunya disampaikan Anggota DPR RI, dapil Jabar VIII, DR. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si saat sosilisasi empat pilar kebangsaan dengan tokoh masyarakat Kabupaten Indramayau di RM Cimanuk Widasari Indramayu, Jumat (26/06).
Menurutnya, Pancasila sebagai dasar negara sudah final. Jangan membuka luka lama, jangan membuka perdebatan-perdebatan yang sebetulnya sudah menjadi konsesus para pendiri bangsa. Ayo isi kemerdekaan dengan tindakan, dengan perbuatan yang bisa meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat banyak.
“Pancasila yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 itulah Pancasila kita, dasar negara kita, falsafah bangsa kita. Kemudian TAP MPR 25/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) belum dicabut. TAP MPR 25/MPRS/1966 Artinya sudah membubarkan potensi ideologi lain selain Pancasila. Jadi Pancasila, jangan digugat lagi. Kemudian menimbulkan idiologi pancasila yang lain dan persepsi-persepsi yang lain,” tegasnya.
Dikatakan, saat SBY menjadi Presiden dan Taufik Kiemas sebagai Ketua MPR RI, sudah mengingatkan bersama untuk terus melakukan sosialisasi empat pilar kebangsaan ditengah-tengah masyarakat karena kehilangan ruh Pancasila pascareformasi. Empat pilar kebangsaan meliputi Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Berbeda saat orde baru, saat itu pengamalan dan penghayatan Pancasila sangat kuat sekali. “Untuk menghidupkan kembali Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika ditengah-tengah masyarakat kami intens mensosialisasikan empat pilar kebangsaan,” kata Kang Hero sapaan akrabnya.
Oleh karenanya kenapa dalam empat pilar kebangsaan itu ada Bhineka Tunggal Ika sambungnya. Itu sebuah penghargaan terhadap pluralisme yang ada di Indonesia. Kenapa ada NKRI harga mati karena Indonesia disatukan dari perairan yang luas dari Sabang sampai Merauke, dari pulau Miangas sampai pulau Rote. “Ini harus dijaga bersama,” kata dia.
RUU HIP, sambungnya menjadi kewaspadaan bersama. RUU HIP sudah menjadi polemic dan mendapat penolakan masyarakat secara luas. Polemik harus ditangkap sebagai sesuatu signal bahwa ada saja upaya–upaya untuk merubah dan membangkitkan sepirit yang lain atau dasar negara yang lain meski TAP MPR 25/MPRS/1966 belum dicabut. “Saya tidak ingin memastikan hal itu. Namun faktanya RUU HIP menjadi pertentangan kembali meski kita sedang menghdapi pandemic COVID-19 yang belum dituntaskan bahkan kasusunya terus naik. Situasi sedang susah saat ini ayo fokus membantu pemerintah untuk menmgembalikan situasi ekonomi sehingga rakyat tidak kena imbas,” ajak Anggota RI Komisi VI ini.
Ditengan pandemic COVID-19 dalam social kemasyarakan dengan perilaku social yang baru seperti tetap pakai masker, cuci tangan pakai sabun/hand sanitizer, jaga jarak dan tetap menjaga kebugaran dan kesehatan. Pihaknya masih tetap mensosialisasikan empat pilar kebangsaan. Sosialisasi itu untuk menanamkan rasa cinta, rasa memiliki Pancasila. “Saat sosialsiasi itu saya menguji yang hadir untuk menghafalkan Pancasila. Alhamdulillah masih banyak yang hafal. Generasi milenelpun semoga bisa hafal pancasila,” kata suami Balon Bupati Indramayu, dr. Hj. Ratnawati, MKKK ini.
Herman Khaeron menegaskan penolakan RUU HIP itu sesuai keputusan DPP Partai Demokrat yang disampaikan Ketum AHY. Pancasila sudah final. Pancasila agar diimplemantasikan dalam sendi-sendi kehidupan, sehingga betul-betul perwujudan Pancasila sebagai dasar negara falsafah hidup bangsa bisa dilaksankian dengan baik. “Hafalkan dan amalkan Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika,” kata Hero mengingatkan kembali.
Ditambahkan, konsesus nasional yang telah dilakukan oleh para pendiri bangsa ini telah selesai. Ketuhanan masa diganti dengan ketuhanan yang berkebudayaan. Ketuhanan baginya adalah sesuatu yang suci yang datangnya dari Allah. Kemudian diutak-atik dan disetarakan dengan kebudayaan.
Mereka tidak tahu bahwa dulu para penderi bangsa ini pernah berdebat secara keras terkait Pancasila, dimana sila pertama Pancasila berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat islam. Saat itu 80 persen umat muslim dan 7 dari 9 oran yang merumuskan Pancasila juga orang islam. betapa umat muslim kala itu ikhlas untuk melepas kewajban untuk menjalankan syariat islam. Dilepas karena para pendiri bangsa sadar bahwa Indonesia adal negara plural, bermacam-macam etnis, agama dan suku bangsa. Dari pluralisme itu tumbuhlan kekuatan Indonesia.
“Pancasila sebagai dasar negara, falsafah hidup bangsa tentu adalah pengejawantahan dari sebuah filosofi bangsa dari mulai masa penajajah hingga dimerdekakan oleh Soekarno – Hatta. Ini adalah perjalanan panjang bangsa Indonesia,” tambah Hero. (01/san)