Kabupaten Cirebon,PN
Forum Komunikasi Pengembang Perumahan Cirebon (FKPPC) mempertanyakan tidak disetujuinya Pertimbangan Teknis (Pertek) yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Cirebon sebagai salah satu syarat dalam pembangunan perumahan yang saat ini sedang dijalani.
FKPPC adalah perkumpulan independent beranggotakan pengembang-pengembang perumahan di Kabupaten Cirebon yang memiliki visi dan tujuan sama dalam menyikapi permasalahan carut marutnya perijinan serta pemberian hak atas tanah yang dilaksanakan oleh aparat pemerintahan dalam hal ini Pemerintah Daerah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Cirebon.
Ketua FKPPC, Yudo Arlianto mengatakan sampai saat ini anggota FKPPC sebanyak 21 orang yang memiliki lokasi perumahan di 21 lokasi dengan total luas lahan seluas 22 hektare terancam merugi.
“Bila dihitung secara unit rumah sebanyak 4000 unit terancam gagal dibangun karena pertimbangan teknis yang dikeluarkan oleh BPN Kabupaten Cirebon yang serampangan. Kami terbengkalai karena SHGB tidak keluar karena Pertek BPN yang tidak masuk akal dan kami juga masih mengumpulkan rekan-rekan yang belum tahu terbentuknya forum sebagai wadah bagi pengembang perumahan yang Perteknya belum keluar,” kata Yudo saat menggelar konferensi pers di salah satu rumah makan di jalan wahidin Kota Cirebon, Kamis (16/1/2020).
Dari seluruh anggota FKPPC diungkapkannya pengembang sudah mengantongi fatwa dari DPMPSTP Kabupaten Cirebon ditambah lagi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) telah dimiliki, bahkan sudah ada yang membangun unit rumah.
“Kita tuh merasa aneh padahal kita sudah ngantongin fatwa DPMPSTP, IMB dan bahkan dari beberapa anggota kami sudah ada yang membangun unit rumah,” jelasnya.
Lanjut dia, sampai sekarang pihaknya belum mendapatkan penjelasan dari BPN Kabupaten Cirebon terkait dengan pertek yang sudah diajukan sejak jauh-jauh hari. Maka pihaknya menginginkan adanya pembahasan antara pengusaha, pemda dan BPN untuk bisa menyelesaikan polemik secara keseluruhan.
“Kami sudah mengajukan surat kepada Ketua DPRD Kabupaten Cirebon untuk mempertemukan pihaknya dengan pemda dan BPN untuk membahasa permasalah yang tidak kunjung usai ini. Karena sampai dengan saat ini surat keterangan hak atas tanah belum didapati,” tuturnya.
FKPPC menilai bila isi pertek terlalu mengada-ngada dengan menyebutkan perumahan berada di sepadan sungai yang itu jelas berbanding terbalik dengan fakta yang ada. Oleh karena itu, pihaknya menargetkan penyelesaian masalah ini hingga akhir bulan ini.
“Kami menyesalkan sikap Bupati Cirebon sebagai pimpinan daerah yang tidak tegas dan jelas dalam bertindak sebagaimana pernyataan beliau yang dirilis media tanggal 10 Desember 2019 bahwa beliau tidak tahu alasan BPN tidak berkenan memberikan hak atas tanah tersebut namun tidak dapat mengintervensi BPN karena BPN merupakan lembaga vertikal, beliau menargetkan permasalahan ini akan selesai di akhir tahun 2019, lebih lanjut beliau malah memberikan keterangan lanjutan akan mengumumkan investasi di Cirebon akan mandek. Atas pernyataan ini kami memiliki anggapan bahwa Bupati Cirebon tidak memiliki keseriusan dan kepentingan yang kuat dalam membangun dan mengembangkan wilayahnya sendiri,” tegasnya.
Diketahui bila klausul pertek sendiri terdapat tiga tahapan yang harus dilalui yakni disetujui, disetujui bersyarat dan penolakan. Akan tetapi dari seluruh anggota FKPPC merasa digantung oleh BPN karena kejelasan sikap BPN terhadap pengeluaran pertek tidak jelas.
“Kami juga menyesalkan sikap BPN yang menyatakan permohonan pemberian hak atas tanah ditolak karena melanggar tata ruang, sebagaimana disampaikan oleh Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN yang dirilis media pada tanggal 13 Desember 2019. Atas pernyataan yang kami anggap sepihak ini, kami merasa kecewa karena beliau tidak menyertakan unsur keberimbangan dari pihak yang mengeluarkan ijin, dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon, dan beliau hanya mengatakan heran kepada Pemda Kabupaten Cirebon,” ujarnya.
Dengan ketidak jelasan BPN dalam mengeluarkan pertek dipastikan seluruh anggota FKPPC merugi milyaran rupiah. Atas tidak berjalannya usaha yang dijalani oleh pihaknya, akan menimbulkan efek lanjutan atas keberlangsungan usaha dan juga keberlangsungan pekerjaan karyawan-karyawan kami yang dibayangi dengan potensi PHK massal.
“Dari 21 anggota kami, kurang lebih 300 pekerja kami berhenti bekerja karena sikap BPN yang tidak jelas dalam mengeluarkan pertek yang tidak masuk akal itu,” bebernya.
Ketika ditanya soal daerah lain yang nasibnya serupa dengan pengembang perumahan di Kabupaten Cirebon, dirinya mengatakan bila hal ini terjadi hanya di Kabupaten Cirebon. Tidak menutup kemungkinan pihaknya akan melangkah ke gugatan class action dalam penyelesaian permasalahan ini.
Atas hal-hal tersebut diatas, pihaknya meminta keseriusan dari Pemerintah, dalam hal ini Pemda dan BPN Kabupaten Cirebon untuk memberikan solusi dan perlindungan hukum kepada pengembang perumahan atas perijinan yang telah diberikan kepada pihaknya seperti Alih fungsi, fatwa/ijin lokasi, bahkan IMB agar investasi yang telah pihaknya lakukan tidak menjadi kerugian yang harus di tanggung.
“Kami hanya menuntut hak kami, tidak lebih, sebagaimana petunjuk dari Presiden Republik Indonesia bahwa jangan ada aparat pemerintahan yang menghambat investasi dengan membuat aturan-aturan yang kontraproduktif, dan Presiden juga sempat mengatakan akan menggigit aparat pemerintahan yang menghambat investasi, namun kenyataannya kami lah yang digigit,” pungkasnya. (DHA).