Tanah Buyut Tidak Bisa Digarap Orang Lain Selain Oleh Kuwu
Indramayu.PN
Desa Lelea Kecamatan Lelea Kabupaten Indramayu merupakan desa yang memiliki adat turun temurun sampai sekarang, yakni ada tanah yang disebut tanah buyut tidak bisa ditanam oleh orang lain kecuali kuwunya sendiri . Demikian disampaikan kuwu Desa Lelea Raidi kepada awak Media, Jumat (17/09)
Menurut Kuwu Lelea Raidi, menjelaskan terkait adat istiadat di Desa Lelea, terdapat delapan adat, ngarot, durugan, mapag tamba, mapag sri, baritan, bubur sura, unjungan dan sedekah bumi, dari delapan item tersebut masih dianut oleh masyarakat hingga sekarang, namun ada salah satu adat yang tidak bisa di laksanakan oleh orang lain, selain dilakukan kuwu sendiri.
Seperti adat Durugan, dimana Desa Lelea memiliki tanah yang disebut tanah buyut seluas 2 ha, tanah tersebut tidak bisa digarap atau ditanam padi oleh masyarakat setempat dan itu harus dikerjakan oleh kuwu sendiri, cara melaksanakan adat durugan, ketika tanah buyut mau ditanam padi atau digarap pada musim rendeng, ada dua syarat yakni yang menanam atau tandur harus gadis yang masih perawan dan laki-laki yang masih jaka, tugas laki-laki tadi menyerahkan tanaman kepada yang menanam. “Perempuan yang nanam laki-laki yang menyediakan bibit,” ujar Raidi didampingi tokoh masyarakat.
Lebih lanjut Raidi menambahkan, suatu ketika pernah terjadi tanah buyut seluas 2 ha tersebut digarap oleh masyarkat, bukan digarap oleh kuwu, konon yang tumbuh ditengah tanah buyut rerumputan, dengan kejadian tadi masyarakat meyakini kalau tanah buyut tidak bisa digarap oleh sembarang orang, melainkan harus kuwunya sendiri “Karena masyarakat terdahulu sudah berkeyakinan seperti itu maka kami sebagai kuwu harus mempertahankan adat yang dinamakan durugan,” ujar kuwu.
Dijelaskan, hasil panen dari tanah buyut seluas 2 ha mencapai 7 ton tiap panen, dari hasil tersebut diperuntukkan buat kegiatan adat lainnya , termasuk kegiatan adat ngarot yang tiap tahunnya digelar tanpa kecuali, ini cukup atau tidak cukup biaya adat ngarot diambil dari hasil panen tanah buyut, sedangkan biaya ngarot tidak bisa diprediksi. “Mau tidak mau kami sebagai kuwu harus menjalankan semua adat yang ada di Desa Lelea,” pungkas Raidi. (duliman)