Pelita News | Cirebon Timur – Di tengah jalan buntu, Pemerintah Desa Ambulu, Kecamatan Losari mengubah strategi. Mereka tidak lagi hanya mengetuk pintu Kemen PU, tapi mencoba pendekatan baru, mendorong potensi lokal sebagai daya tawar. Ambulu punya satu aset yaitu garam yang harus di ekplorasi sebagai posisi tawar. Kalau dulu Ambulu punya bandeng, sekarang harus punya garam sebagai komoditas ketahanan pangan. Dan garam adalah produk unggulan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Sunaji, Kuwu atau Kepala Desa Ambulu mengungkapkan, delegasi Ambulu bersama ikatan alumni ITB telah mempresentasikan proposal ke KKP pada 9 dan 22 Januari 2025. Mereka tidak datang membawa permintaan, tapi membawa tawaran, menjadikan Ambulu sebagai model produksi garam rakyat. Ini adalah upaya pemerintah desa dalam melindungi segenap bangsa (dari banjir dan rawan pangan), sesuai amanat pembukaan UUD 1945.
“Respons KKP cukup positif. Mereka akan merekomendasikan ke Kementerian PU agar sungai di Ambulu direvitalisasi. Jika garam dianggap komoditas strategis (ketahanan pangan), maka untuk menunjang produksinya infrastruktur penunjang harus dibangun. Tapi sejauh ini semua masih di atas meja, belum ada alat berat yang turun, belum ada dana cair, pemerintah desa Ambulu masih menunggu!,“ ungkapnya.
Sebagai bukti keseriusan, ia memastikan bahwa Pemerintah Desa Ambulu sudah membuka lahan tidur bengkok seluas 11 hektare menjadi lahan budi daya garam. Letaknya di sebelah timur Ambulu – berbatasan dengan desa Kalisari. Proyek percontohan garam akan diproduksi oleh desa melalui BUMDes. Jika berhasil, BUMDes siap menyewa tanah warga untuk memperluas wilayah produksi yang luasnya bisa mencapai ratusan hektar.
“Ambulu sebelah timur bukan satu-satunya masalah. Bagian barat Ambulu menyimpan kompleksitas lebih besar, lebih banyak anak sungai, lebih banyak pintu air dan risiko banjir yang tetap nyata. Walaupun sisi barat Ambulu robnya tidak setinggi bagian timur Ambulu, tapi bukan berarti tidak akan menjadi masalah di kemudian hari,“ ujarnya.
Sunaji kembali mengatakan, banjir rob bukan hanya urusan teknis, tapi juga politis. Soal siapa yang bertanggung jawab, siapa yang punya anggaran, dan siapa yang benar-benar mendengarkan suara dari pinggiran. Benar-benar semua sektor Pemerintahan harus saling memikul. Ambulu hari ini adalah cermin dari banyak desa pesisir di Indonesia. Mereka akan tenggelam secara perlahan, harus mempunyai semangat berjuang yang tinggi, dan dipaksa kreatif agar tetap eksis di radar peta.
“Mereka tidak hanya butuh tanggul, tapi juga pengakuan. Bahwa desa bisa berpikir, bisa menyusun strategi, bisa bicara di meja yang sama, selama negara bersedia membuka telinga,“ pungkasnya. @Ries