Pelita News | Cirebon Timur – Program City Tour bersama anak-anak yatim piatu yang digagas Pemerintah Desa Ambulu, Kecamatan Losari bukanlah hal baru. Pertama kali dilaksanakan pada 2019, kegiatan ini menjadi agenda rutin sebagai bentuk kepedulian terhadap anak-anak yang tumbuh tanpa orang tua.
Setiap tahunnya, mereka diajak menjelajahi tempat bersejarah dan rekreasi, sebagai bentuk hiburan, sekaligus ruang pembelajaran dan penguatan mental. Program ini menjadi pengingat bahwa negara, sekecil apa pun bentuknya, hadir di tengah mereka yang kehilangan. Bukan sekadar jalan-jalan, tapi perjalanan yang menyimpan makna dan kenangan.
Kuwu Desa Ambulu, Sunaji mengatakan, pada rangkaian kegiatannya tak sembarangan pada waktu itu (2019). Situs makam Sunan Gunung Jati dipilih sebagai tempat awal untuk berziarah dan berdoa, mengajak anak-anak mengenali akar spiritualitas leluhur. Disusul kunjungan ke Gedung Negara Krucuk Kota Cirebon (Sekarang Kantor Gubernur Jawa Barat), sebagai simbol bahwa siapa pun berhak bermimpi untuk suatu hari bisa bekerja atau berkarya di tempat-tempat resmi milik negara.
“Tak lupa juga Museum Perundingan Linggarjati, tempat sejarah bangsa dipertaruhkan, agar anak-anak tahu bahwa kemerdekaan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan. Barulah di akhir, anak-anak diajak bersenang-senang di Kolam Renang Ciperna, tempat tawa tumpah tanpa beban, dan santunan dibagikan dalam suasana santai dan penuh keakraban,“ paparnya.
Menurut Sunaji, program ini bukan hanya menyentuh soal pemberian materi. Ia ingin anak-anak mendapat pengalaman utuh, berdoa, belajar, bermain, dan merasa dimanusiakan.
“Kami tidak ingin memberi santunan dengan cara yang membuat mereka merasa berbeda. Kalau disuruh berbaris lalu difoto ramai-ramai saat menerima uang, mereka mungkin terlihat diam, tapi di dalam hati mereka bisa saja menangis,“ terangnya.
Maka dari itu, Pemerintah Desa Ambulu memilih cara berbeda. Tidak menunggu datangnya Muharam seperti kebiasaan umum, tidak menggelar seremoni megah. Mereka lebih memilih mendampingi, berjalan bersama, dan berbicara dari hati ke hati.
“Anak-anak yatim itu bukan objek kasihan. Mereka hanya perlu teman yang mendengar dan tempat yang membuat mereka merasa setara,” tambah Sunaji.
Program ini memang pernah terhenti. Tahun 2020 dan 2021 ditiadakan karena pandemi COVID-19. Namun begitu situasi membaik, pada tahun 2022 program kembali dijalankan dengan mengunjungi kantor Bupati, Gedung DPRD Kabupaten Cirebon, dan Keraton Kasepuhan untuk membuka wawasan anak-anak tentang pemerintahan, sejarah, serta nilai-nilai kenegaraan. Hiburan tetap ada, ditutup dengan kunjungan santai ke kolam renang.
“Di tahun 2023, giliran Tegal dan Brebes yang menjadi tujuan. Dari PAI Pantai Alam Indah ke Rita Park, hingga Pesantren Yatim Piatu Brebes. Di situ, pemerintah desa tak hanya berbagi materi, tapi juga menyuntikkan semangat melalui kunjungan edukatif dan kegiatan yang membahagiakan,“ ujar Sunaji.
Sementara itu, pada tahun 2024 program City Tour sempat kembali terhenti, selain karena situasi politik yang kurang kondusif, fokus utama dialihkan untuk mengajak anak-anak yatim piatu meletakkan batu pertama pembangunan Balai Desa Ambulu. Harapannya, keberkahan akan mengiringi proses pembangunan lewat do’a tulus mereka. Di samping itu, mereka juga diharapkan menjadi saksi sekaligus pewarta sejarah berdirinya balai desa yang kelak menjadi kebanggaan bersama.
“Di tahun 2025 ini, semua dirangkai kembali. Mulai dari napak tilas spiritual ke Makam Sunan Gunung Jati, pembelajaran sejarah dan geopolitik di pelabuhan dan bandara, hingga acara utama yang hangat dan santai di Kolam Renang Ciperna. Alhamdulillah, berkat City Tour ini mereka sangat terhibur, termotivasi, dan mampu membuka wawasan. Dunia ternyata tidak selebar daun kelor,” tutur Sunaji di sela acara penutupan.
City Tour Anak Yatim Piatu bukan program besar dengan sorotan luas, tapi justru di sanalah letak nilainya. Ia tumbuh dari niat sederhana: menjangkau yang kerap luput, menemani yang sering sendiri. Dalam tiap perjalanan, Ambulu sedang membangun sesuatu yang tak terlihat, rasa percaya diri, semangat belajar, dan perasaan bahwa mereka berharga.
Bukan tentang ke mana mereka pergi, tapi tentang siapa yang ada di samping mereka saat melangkah. Di situlah desa hadir, bukan sebagai pengatur jarak, melainkan sebagai teman jalan. Dan selama masih ada niat baik yang dijaga bersama, program seperti ini akan terus menjadi bagian dari cara Ambulu merawat harapan. @Ries