Pelita News I Indramayu
Dulu sampah hanya dibuang sekarang bisa menjadi gas untuk bisa memasak , demikian dikisahkan oleh Suranto, seorang pedagang mie ayam bakso di Kawasan Kuliner Tjimanuk, Indramayu, tak bisa menyembunyikan senyum puasnya saat menyalakan kompor di pagi hari. Api biru berkobar di atas tungku, siap untuk memasak air dan bumbu dagangannya.
Namun, ada yang berbeda kali ini. Api yang menyala bukan berasal dari gas LPG yang harus ia beli, melainkan dari biodigester yang mengolah sampah organik menjadi biogas.
Suranto bukan satu-satunya orang yang merasakan manfaat ini, melainkan beberapa pedagang lainnya turut merasakan, ia mendapatkan akses gratis ke gas metana dari biodigester yang merupakan program CSR PT Polytama Propindo (Polytama). Ekoriparian Tjimanoek merupakan binaan CSR Polytama hasil sinergi bersama Pemerintah Kabupaten Indramayu, saat ini berhasil menata dan menghidupkan kembali area kuliner Tjimanoek dengan melengkapi kehadiran fasilitas biodigester berbasis Material Lanjutan Organik (MLO) yang mengubah sisa makanan menjadi energi gas .
Dengan cara sederhana, mereka cukup mengumpulkan dan memberikan sampah sisa makanan dari dagangan mereka setiap hari ke Forum Pedagang Kuliner Tjimanoek. Sampah inilah yang kemudian diolah menjadi bahan bakar ramah lingkungan.
“Awalnya agak repot sih, lama-lama terbiasa. Sekarang malah enak, ,” ujar Suranto.
Keuntungan biodigester bukan hanya penghematan uang, tetapi juga membantu pedagang dalam mengelola limbah para dagangan b . Dahulu, sampah sisa makanan hanya berakhir di tempat pembuangan sampah, bercampur dengan limbah lain yang sulit terurai. Kini, mereka punya sistem sendiri yang lebih efisien dan bermanfaat.
Ketua Forum Pedagang Kuliner Tjimanoek, Maman, program ini membawa dampak besar bagi pedagang di Kawasan Kuliner Tjimanoek. Bahkan, mereka bisa menghemat pengeluaran energi, sampai Rp150.000 dalam satu harinya. Terhitung dalam satu tahun para pedagang dapat menghemat pengeluaran pembelian gas hingga Rp54.444.000. Buat pedagang kecil, kata Maman, penghematan itu sangat berarti. Karena uangnya bisa dipakai buat tambahan modal atau ditabung.
“Biodigester bantuan Polytama ini benar-benar solusi yang bagus, ” ujarnya.
Saat ini, enam pedagang sudah bisa menikmati manfaat biodigester akan terus bertambah. Dengan daya tampung maksimal 100 kg sampah organik, saat ini baru 30 kilogram per hari yang bisa diolah. Itu sebabnya, Maman berharap lebih banyak pedagang berminat partisipasi dalam memilah dan menyetor sampah organik mereka.
Selain memberikan gas metana gratis, biodigester ini juga menghasilkan Pupuk Organik Cair (POC), yang bisa digunakan untuk menyuburkan tanaman di sekitar kawasan kuliner. Maman bahkan bercanda, “Tuh lihat bayam di taman ini, daunnya gede-gede banget! Ini gara-gara pupuk dari biodigester.”
Direktur PT Polytama Propindo, Dwinanto Kurniawan, menambahkan bahwa program ini bukan sekadar inovasi bisnis, tetapi juga bentuk kepedulian terhadap lingkungan.
“Selain mengurangi sampah, juga membantu pedagang lebih hemat. Kami ingin ini jadi contoh buat pelaku usaha lain agar bisa direplikasi di berbagai tempat,” tegasnya.
Dwinanto menegaskan, selain berkomitmen untuk terus mendukung sektor UMKM, seperti para pedagang di Kawasan Kuliner Tjimanuk, Polytama juga saat ini dalam proses membangun Proyek Fasilitas Jetty dan Propylene Storage Tank dan Polytama memastikan bahwa serapan tenaga kerja dilakukan sesuai kebutuhan proyek dan perkembangan tahapannya.
Dengan kelancaran proyek Jetty yang sedang berjalan, manfaatnya diyakini akan dirasakan secara luas, baik dalam peningkatan ekonomi daerah maupun kualitas hidup masyarakat di sekitar.
Polytama sebagai anak usaha dari PT Tuban Petrochemical Industries (TubanPetro) yang juga dimiliki oleh PT Pertamina (Persero) berupaya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan bisnis dan keberlanjutan sosial. Dan masyarakat lokal menjadi bagian penting dari keberhasilan Perusahaan. (Duliman)