Indramayu, PN
Untuk meningkatkan kompetensi masyarakat, UPTD Balai Latihan Kerja (BLK) Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Indramayu kembali menggelar pelatihan berbasis kompetensi. Pelatihan periode ke-2, 2021 ini diikuti 144 peserta dengan perincian 80 peserta dipusatkan di BLK dan 64 peserta lainnya melalui program Mobile Training Unit (MTU) di empat desa.
Kepala Disnaker Indramayu, Hj. Sri Wulaningsih melalui Kepala UPTD BLK, Asep Kurniawan mengatakan 80 peserta pelatihan yang dipusatkan di gedung BLK mengikuti pelatihan computer office, computer desain grafis, menjahit dan AC split serta care giver. Masing-masing kejuruan diikuti oleh 16 peserta dan dimulai sejak tanggal 3 Juni 2021. Sementara program MTU dengan 64 peserta di sebar di empat desa meliputi Desa Kongsi Jaya Kecamatan Widasari program keahlian bakery, Desa Cempe Kecamatan Lohbener keahlian tata rias pengantin, Sumbon Kecamatan Kroya keahlian konstruksi baja ringan dan Desa Krimun Kecamatan Losarang menggelar paket keahlian las.
Untuk MTU kata Asep dimulai sejak tanggal 7 Juni dengan jumlah peserta masing-masing desa sebanyak 16 orang. “Semua kegiatan pelatihan ini menerapkan protocol kesehatan Covid-19 dengan ketat,” kata Asep di gedung BLK, Selasa (8/6).
Adapun sumber dana pelatihan dimaksud sambung dia berasal dari APBN 2021 melalui Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Bandung bidang pelatihan kerja dibawah naungan Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia.
Asep menyebutkan, di tengah pandemic Covid-19 ini jumlah program keahlian tidak sebanyak seperti saat normal sebelum mewabahnya virus dari Wuhan China. Saat normal pihaknya pernah menggelar pelatihan hingga 60 paket. Sementara pada saat ini hanya 25 kegiatan dan pada awal pandemic 2020 hanya 20 paket kegiatan.
Selain adanya pengurangan paket kata dia tidak semua peserta mendapatkan sertifikat dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Hal itu karena adanya pengurangan anggaran imbas Covid-19. Contohnya kata Asep, dari lima program keahlian itu hanya tiga yang mendapatkan sertifikat sisanya seperti menjahit dan care giver tidak ada.
“Kalau sebelumnya semua paket keahlian mendapatkan sertifikat dari BNSP,” ujarnya.
Disinggung apakah yang dua paket keahlian itu tidak begitu dibutuhkan. Ia menyebutkan kalau berbicara kebutuhan semuanya dibutuhkan namun itu tadi karena adanya pengurangan anggaran.
Asep menegaskan, muara dari pelatihan ini adalah untuk peningkatan kompetensi dan produktifitas tenaga kerja. Maksudnya, alumni yang berkualitas mampu mengimplementasikan kemampuan berdaya saing dari pada pencari kerja (pencaker) lainnya. Artinya mereka mandiri mencari peluang-peluang pekerjaan yang ada.
“Nah untuk memiliki kompetensi itu mereka mengikuti pelatihan di BLK. Karena dengan memiliki kompetensi mereka memiliki daya saing yang bagus dan setelah lulus diharapkan langsung diserap di dunia kerja,” ujar dia sembari menegaskan kalau BLk bukan lembaga penempatan tetapi penyerapan tenaga kerja.
Yang namanya penyerapan kata dia, pencaker akan mencari celah-celah pekerjaan seperti air mengalir dan saat ada lowongan bisa terserap. Aktor penyerapan bukan BLK tapi industry. Sementara kalau penempatan sudah ada pengaturan dan aktornya orang yang sengaja menempatkan untuk industry.
Karena BLK bukan lembaga penempatan oleh karenanya agar alumnus bisa terserap di dunia kerja maka sebelum membuka pelatihan tim ahli sebelumnya melakukan prediksi jenis-jenis pekerjaan yang akan dibutuhkan di dunia industry melalui Training Needs Analysis (TNA).
“Setelah dilakukan prediksi berdasarkan TNA baru di buka pelatihan untuk masyarakat,” tambah dia. (saprorudin)