Indramayu, PN
Dugaan adanya tumpang pacul di lahan garapan tanah carik/bengkok pamong desa di Desa Tugu Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu bukan hanya isapan jempol belaka. Tumpang pacul itu nyata adanya, salahsatunya dialami petani penggarap yang mengagarap tanah garapan yang di lelang Asep Saefudin yang juga pamong desa setempat.
Asep mengatakan saat musim lelang tanah carik musim tanam (MT) 2021-2022 yang dilakukan pada masa kepemimpinan pejabat Kuwu pada bulan Mei 2021, ia ikut lelang tanah carik seluas 450 bata dengan nilai kontrak sebesar Rp12,5 juta. Saat itu kata dia, dirinya dan para pemenang lelang lainnya mendapatkan surat izin menggarap (SIM) dari Pj Kuwu Desa Tugu, Iswanto.
Seiring bergulirnya waktu hingga dilantinya Kuwu terpilih pada 16 Agustus 2021, sambungnya, ada hembusan kalau tanah garapan MT tersebut sudah bukan menjadi hak garapan pamong lama tetapi menjadi hak pamong baru. Kisruh hak garapan itu kemudian dimediasi oleh Camat Sliyeg dan dihadiri Kapolsek setempat pada 7 Desember kemarin. Dari hasil mediasi itu Camat dengan tegas mengatakan kalau MT 2021-2022 masih menjadi penghasilan tambahan pamong lama termasuk siltap.
Namun fakta di lapangan berbicara lain, pasalnya saat petani mau menggarap lahan garapan pada hari Selasa 14 Desember 2021 pagi di usir oleh pihak lain. “Ini ada apa, ko petani yang menggarap tanah yang saya lelang di usir dari lahan garapan,” kata dia melalui percakapan whatsappnya, Selasa (14/12).
“Ini ranah pemerintahan bukan ranah premanisme, selaku petani penggarap jangan asal dilarang tapi ada aturannya,” kata dia lagi.
Selaku petani penggarap lanjutnya, dirinya tidak keberatan apabila ada surat edaran dalam bentuk hitam di atas putih dari kepala desa yang baru dan ditandatangani. Artinya, kalau memang sudah ada surat edaran dia akan berhenti menggarap tanah bengkok atau carik.
“Saya tidak keberatan kehilangan materi karena dilarang menggarap apabila surat edaran tersebut sudah diterbitkan,” tegasnya.
Menurutnya, selaku petani penggarap dirinya tidak ada kaitannya dengan pamong yang 10 orang. Jangan dijadikan petani penggarap sebagai batu sandungan. Kalau memang tidak dibolehkan menggarap terbitkan surat edarannya supaya petani penggarap memiliki patokan.
“Kalau tidak ada surat edaran maka carik tersebut akan kami garap sesuai keputusan bapak Camat Sliyeg saat mediasi tanggal 7 Desember 2021 kemarin,” tandas Asep Saefudin.
Asep mengatakan ini ranah pemerintahan bukan ranah premanisme. Pemerintah harus punya aturan/regulasi yang jelas. Jangan asal dilarang tapi harus ada aturannya salahsatunya diterbitkan surat edaran kuwu perihal larangan menggarap tanah bengkok/carik desa. (saprorudin)