Pelita News | Cirebon Timur – Sesuai Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor: 18 Tahun 2009; Nomor: 07/Prt/M/2009; Nomor: 19/Per/M.Kominfo/03/2009; Nomor: 3/P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi, pada Bab V Tata Cara Perizinan Pembangunan Menara pada Pasal 11 menyebutkan Permohonan Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 melampirkan persyaratan administratif dan teknis. Persyaratan administratif dimaksud diantaranya adalah persetujuan dari warga sekitar dalam radius sesuai dengan ketinggian menara.
Namun berdasarkan keterangan Kuwu Desa Kalimeang, Hatikah mengakui jika masa kontrak Menara BTS (Base Transceiver Station) yang berdiri di wilayah pemukiman padat penduduk tepatnya di Blok Manis Desa Kalimeang, Kecamatan Karangsembung, Kabupaten Cirebon telah habis sekitar satu tahun lamanya. Bahkan ketika terjadinya penolakan perpanjangan kontrak dari beberapa warganya yang berada dalam radius Ring 1, dirinya secara tegas belum memberikan rekomendasi untuk perpanjangan kontrak Menara BTS tersebut.
“Saya tidak berpihak ke siapapun, hanya saja saya lebih mengikuti prosedural aturan saja. Bahkan ketika masih ada penolakan dari warga, tentunya saya tidak gegabah dan sampai saat ini belum menandatangani rekomendasi untuk perpanjangan kontrak itu,“ ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak enam orang warga Desa Kalimeang, Kecamatan Karangsembung, Kabupaten Cirebon secara tegas menolak perpanjangan kontrak atau izin Menara BTS yang berada di lingkungannya. Keseriusan warga menolak perpanjangan kontrak tersebut telah dibuktikan melalui surat pernyataan yang ditandatangani di atas materai. Seperti yang dijelaskan Dahlan, menara tersebut telah berdiri sejak Tahun 2008 lalu dengan kontrak selama 10 tahun atau hingga Tahun 2018. Namun tepatnya di tahun 2019, secara diam-diam pemilik lahan dan perusahaan tower BTS melakukan kembali perpanjangan kontrak selama 5 tahun tanpa melibatkan atau persetujuan dari warga terdampak yang berada di sekitar lokasi Menara BTS.
“Kami sangat keberatan, namun saat itu pemilik lahan memohon karena sedang membutuhkan biaya untuk pengobatan orang tuanya. Akhirnya atas pertimbangan kemanusiaan dan kami pun setuju dengan catatan setelah 5 tahun perpanjangan kontrak tersebut habis maka harus pegang komitmen untuk tidak memperpanjang lagi alias memindahkan menara tersebut ke tempat lain. Namun sekarang yang terjadi malah meminta kembali perpanjangan selama 5 tahun kedepan. Untuk itu kami minta menara itu harus dibongkar sesuai kesepakatan waktu perpanjangan yang pertama itu,“ tegasnya.
Dahlan menjelaskan, alasan penolakan pada perpanjangan kontrak tower BTS yang kedua kalinya ini bukan karena kurangnya kompensasi, melainkan murni karena serius memperhatikan faktor kesehatan dan keselamatan keluarga yang terdampak. Apalagi saat cuaca buruk seperti hujan, angin kencang, petir, kekhawatiran tower roboh, hingga paparan efek radiasi jangka panjang.
“Pemilik lahan dan pengelola menara terkesan maksa. Kata mereka kalau pengen dipindahin harus sewa pengacara, soalnya surat perpanjangannya sudah sampai pusat. Intinya kami ditakut – takuti dan ditekan agar mau tandatangan untuk perpanjangan kontrak Menara BTS ini. Coba bapak atau ibu tinggal di sini saat musim hujan petir, pasti bakal terasa seperti apa ngerinya. Kami menolak perpanjangan kontrak dan minta segera pindahkan ke tempat lain saja,“ tuntutnya. @Ries