Indramayu, PN
Terbitnya peraturan dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) nomor 09 tahun 2020, banyak dikeluhkan masyarakat, karena akan terjadi penumpukan pengangguran terutama para pekerja Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang jumlahnya kurang lebih puluhan ribu pekerja.
Peraturan BP2MI no.09 tahun 2020 yang memmuat peraturan baru tentang pembebasan biaya ( jerro cost) penempatan bagi para pekerja migran, sebab peraturan tersebut menurut pengamatan Pekerja Migran H.Edi Sahara, mengatakan peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah memang cukup menggembirakan masyarakat yang akan bekerja di luar negeri dan atau dinegara penempatan, hanya saja antara praktek dan teori sangat bertolak belakang atau berbeda dengan kenyataan di lapangan.
Para pekerja migran sesuai peraturan BP2MI no.09 tahun 2020 pada pasal 4, yang isinya pekerja migran Indonesia dan keluarganya tidak dapat dibebani pinjaman yang dipaksakan secara sepihak oleh pihak manapun sebagai biaya penempatan yang menimbulkan kerugian sepihak dan atau berakibat pada pemotongan penghasilan selama bekerja di negara tujuan. BP2MI boleh menerbitkan peraturan tersebut dan itu baik untuk masyarakat pekerja migran, hanya saja kenyataan dapangan sangat berbeda .
Pada umunya para pekerja migran ketika berniat bekerja ke luar negeri sangat enggan membuat dokumen yang merupakan. Persyaratan untuk bekerja ke luar negeri, mereke lebih cenderung memakai jasa perusahaan untuk melengkapi persyaratan, sehingga jika dikaitkan dengan peraturan yang akan diberlakukan. Sistem jerro cost jelas sangat bertak belakang. Mengenai pemotongan berdasarkan versi BP2MI ada kalimat berakibat pada pemotongan penghasila. Selama bekerja di negara tujuan, peraturan ini dinilai kurangnya sosialisasi secara langsung kepada para pekerja migran, sebab potongan penghasilan yang dimaksud,sebab tidak selamanya pekerja migran selama dua tahun berdasarkan kontrak kerja ada potongan terus menerus’ maka disinilah antara peraturan dan kenyataan mestinya harus disingkronisasi.
H.Edi menambahkan, selain itu khusunya pekerja migran asal Indramayu paling tidak mau ketika mau bekerja di luar negeri mengeluarkan biaya pembuatan dokumen, serta pada umumnya sebelum diberangkatkan ke negara tujuan, calon pekerja migran tersebut selalu meminta bon terlebih dahulu kepada para jasa perusahaan,termasuk untuk kepentingan lainnya, maka jika hal ini diberlakukan dan tanpa mempertim3bangkan persoalan yang ada di masyarakat, maka jelas akan terjadi penumpukan pengangguran baik calon pekerja migran maupun para pemilik jasa perusahaan tenaga kerja Indonesia ” jelas calon pekerja migran ketika dilakukan medical kesehatan dinyatakan fit saja sudah mengejar meminta uang kepada para sponsor,” ujar pengamat (02/san)