Indramayu, PN
Sebagai akibat pemberitaan yang dinilai tidak berimbang dan menyesatkan oleh salah satu media elektronik yang dimuat pada 26 Mei 2022 lalu, Bambang Hermanto, (BH) S.E. selaku anggota Komisi V DPR RI merasa perlu untuk meluruskannya terkait beberapa kontent berita dengan kata-kata kasar dan menyudutkan.
Melalui Kuasa Hukumnya, Dr Khalimi, S.H. ,M.H.,CTA akan menindaklanjuti ke Dewan Pers terhadap media online tersebut yang tidak menjaga etika profesi pers sesuai UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kami sudah menyimak dengan baik terhadap seluruh substansi kata-kata atau kalimat berikut judul atau angle berita sebagai lead sudut pandang pembuat berita. Saya anggap sudah keterlaluan dan subjektif. Etika profesinya mana?” ujar Khalimi dalam keterangannya, Rabu (1/6/2022).
Khalimi menegaskan dirinya menghormati etika profesi apapun termasuk insan pers, namun jika sudah terkesan sebagai letupan emosi pribadinya, tidak jujur, tidak konfirmasi atau diduga sebagai pesanan politik demi menjatuhkan karakter kliennya, sangatlah disayangkan dan tidak menutup kemungkinan akan ditarik dalam delik pers berujung si pembuat berita akan berurusan di pengadilan.
Ditanyakan tentang kata-kata yang menjadi keberatan kliennya, “Coba lihat dan simak baik-baik dalam berita online tersebut ada kata-kata bahwa bantuan bedah rumah Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Jawa Barat senilai Rp.243,28 miliar diserobot. Pembuat berita dengan entengnya menulis kata diserobot. Kata-kata tersebut, sungguh keterlaluan dan membuat masyarakat pembaca terkooptasi akal dan pikirannya mengikuti pilihan kata kasar itu, apalagi si pembuat berita tidak pernah melakukan konfirmasi ke BH dan imbasnya BH merasa pihak yang dirugikan,” tegas pemilik Kantor Hukum KHAL & Rekan ini bereaksi.
Bahkan menurutnya semua berita yang disuguhkan tersebut tidak benar baik mengenai komitmen fee, jumlah unit bantuan maupun nara sumber yang menjadi sandaran agar image anggota DPR RI dari Partai Golkar ini tercemar baik secara pribadi, keluarga, konstituen maupun secara organisatoris.
“Klien kami keberatan tuduhan itu dan sudah berkategori fitnah. Janganlah berfikir berita yang tayang menjadi kebanggaan dan benar bagi pembuat berita, tanpa memberi kesempatan BH untuk menjelaskan. Jika setiap berita yang tidak baik dan menyudutkan menjadi kebenaran, menjadi bahaya dalam penegakan hukum seakan batu uji terbuktinya suatu tindak pidana adalah viral atau tidaknya suatu berita. Inilah yang harus menjadi pemikiran bersama, agar tidak menjadi korban berita yang tidak memenuhi standar profesi,” tutup Khalimi. (saprorudin)