Kab. Cirebon, PN
Atas adanya pernyataan Kuwu Losari Kidul, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, Ghafar Ismail yang menyatakan telah terjadinya penjarahan atau pencurian aset milik desa berupa Rolling door bekas bangunan pasar hingga berdampak kerugian bagi pihak Pemdes hingga sebesar Rp 20 Juta, kini berbuntut dan menuai kritik keras khususnya dari kalangan Komunitas Pedagang Losari Kidul (KPLK). Diberitakan sebelumnya, Kuwu Ghafar mengatakan pihaknya harus mengembalikan uang lelang sebesar Rp 20 Juta dari nilai lelang yang sebelumnya mencapai Rp 40 Juta, hal tersebut dikarenakan nilai atau jumlah aset material bangunan bekas pasar saat dilakukan pembongkaran oleh pihak Pelelang berkurang atau tidak sesuai akibat terjadinya penjarahan atau pencurian.
Dalam keterangannya, salah seorang pedagang pakaian yang tergabung dalam Komunitas Pedagang Losari Kidul (KPLK), Ulfa menyinggung dan menyatakan tegas bahwa pernyataan Kuwu Ghafar adanya penjarahan atau pencurian adalah tidak benar dan sangat salah. Karena menurutnya, Rolling door yang sudah mengalami pergantian berkali-kali murni dari uang pribadinya dan bukan uang dari Pemdes. Puncaknya, pada saat pedagang menerima surat pengosongan pasar, secara inisiatif dirinya pun langsung mengamankan atau mengambil Rolling door yang merupakan hak miliknya tersebut. Ulfa yang berjualan di depan dekat jalan trotoar pun mengakui jika bangunan kiosnya tersebut berdiri atau dibangun oleh uangnya sendiri dengan ukuran 2 M x 2 M, sedangkan Pemdes hanya menyediakan lahannya saja karena memang lahan tersebut saat itu kosong. ”Jadi kalo kami dibilang menjarah atau mencuri sangatlah tidak manusiawi dan kami sangat tidak setuju dengan pernyataan Kuwu tersebut,” tegasnya.
Hal senada disampaikan juga oleh pedagang perabot, Tambah dan Yayah, dirinya sangat tidak terima atas pernyataan menjarah yang dilontarkan oleh seorang Kuwu. Menurutnya, terkait rolling door yang sudah rusak berkali-kali konon telah diganti berkali-kali pula oleh para pedagang dengan uang pribadi. Untuk itu, secara hak atas Rolling door itu tentunya milik pribadi para pedagang. ”Kalo menjarah itu punya orang, dan ketika yang diambil adalah milik sendiri ya bukan menjarah. Kami menyayangkan atas pernyataan seorang figur Kuwu,” ujarnya.
Seperti yang pernah disampaikan Pedagang Sembako, Hj. Kibtiyah, terkait Rolling door yang di ambil dan dibongkar sendiri oleh beberapa pedagang lebih dikarenakan aset tersebut bukan merupakan aset milik Pemdes. Hal itu karena selama Rolling door kios mengalami kerusakan berkali-kali, dibeli pun dari uang pribadi para pedagang. Jadi, secara inisiatif bentuk rasa kecewa dan terdesak harus segera mengosongkan pasar, akhirnya Rolling door pun dibongkar secara pribadi. ”Kami semua bukan menjarah, justru kami berfikir Rolling door hasil beli sendiri harus segera diamankan sebelum ada pihak lain yang menjarah. Harusnya juga dari pihak Pemdes ada sosialisasi terlebih dahulu terkait aset bangunan agar tidak terjadinya kesalah pahaman. Jujur kami pun sempat bertengkar dengan panitia terkait pembongkaran Rolling door, karena aset milik saya ya saya bongkar,” ungkapnya.
Diwaktu bersamaan, Pedagang Snack Ciki, Wulan Sari dan pedagang lainnya, Tari turut mengatakan, dirinya mengaku membeli 2 (dua) kios tanpa adanya Rolling door. Untuk itu, keberadaan Rolling door di dua kiosnya merupakan murni hasil membeli sendiri sebesar Rp 4 Juta, sedangkan Tari dapat membelinya sebesar Rp 2 Juta. ”Saya jelas sangat kecewa atas adanya pernyataan penjarahan, karena ini murni punya saya dan hak saya. Bukan milik aset Pemdes. Harusnya Pemdes lebih dulu menginventarisir dengan melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan pedagang, mana aset desa dan mana aset Pemdes,” kesalnya. (ries)