Kabupaten Cirebon, PN
Pendapatan keuangan atau Pendatan Asli Desa (PADes) dari hasil sewa Tanah Titisara dan Tanah Tegal Pangonan Desa Geyongan Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon dipertanyakan, pasalnya dari pernyataan terkait hasil sewa Tanah Titisara dan Tanah Tegal Pangonan yang diungkapkan Yoyon Supriyono Ketua BPD, Mohammad Helmi Sekretaris Desa Geyongan dan Subroto Kaur Keuangan Desa Geyongan diduga tidak singkron, sehingga diduga terjadinya KKN di Pemerintahan Desa Geyongan terkait PADes Desa Geyongan.
Menurut Muhammad Helmi yang saat itu juga bersama dengan Yoyon Surpriyono ketika disambangi di Harian Pelita News selasa (12/07) di Kantor Desa Geyongan menjelaskan, terkait penjualan (sewa.red) Tanah Titisara tahun 2021 mengalami penurunan PADes saat itu dibandingkan dengan pendapatan tahun sebelumnya, diduga Dia beralasan terkait adanya penurunan pendapatan desa dikarenakan adanya faktor peralihan alih fungsi lahan sawah menjadi fasilitas lain, ditambah menurunnya minat petani garap yang enggan mengelola tanah tersebut, bahkan tanah tersebut ditawar dengan harga yang murah oleh petani garap.
“yang jelas turun setelah ada banyak alih fungsi, tahun 2020 untuk jalan dari Embung ke Tegal Pace (jalan lingkar selatan) sekitar 4.800 M2, tahun 2021 buat parkiran dan tambak di embung dengan luas sekitar 251 meter, untuk perkebunan PKK juga dari titisara, yang saya tahu dari. kemudian ada juga untuk dua Tenaga Pendukung Desa masing-masing 1,5 BAU,”jelasnya.
Tak hanya itu, pendapatan asli desa ditahun 2022 juga kembali mengalami penurunan yang diduga sangat signifikan dengan nilai pendapatan yang terpampang di baliho Desa Geyongan yang menunjukkan nilai pendapat tersebut hanya Rp. 50 juta, Helmi juga tetap berdalih pada hal yang sama, pendapatan tersebut berkurang karena minat petani garap yang semakin berkurang atas Tanah Titisara Desa Geyongan bahkan harga yang tawar petani dengan harga yang murah, sehingga terdapat Tanah Titisara yang tak laku di sewa oleh petani garap yang pada akhirnya dikelola oleh Pemerintah Desa Geyongan dan hasil dari itu dinikmati oleh warga yang menginginkan hasil dari cocok tanam di tanah tersebut.
“yang saya tahu tahun 2021 menurun sejak ada Covid, masuk ke 2021 nambah turun lagi dan makin tidak laku karena peminat kurang, ada yang laku ada yang tidak, yang tidak laku dibiarkan saja atau dimanfaatkan oleh pihak desa dengan ditanami Timun Suri yang hasilnya kadang-kadang ada masyarakat yang mau ngambil ya ngambil, ada hasil yang dijual Cuma perkilo Rp.1.000 perkilo,nggak tahu dapatnya berapa,”ungkapnya.
Muhammad Helmi bersama Yoyon Supriyono juga mengaku tak mengetahui secara pasti nilai PADes yang didapat dari hasil sewa tanah titisara maupun tanah Tegal pangonan, Dia akui bahwa terkait hal tersebut yang lebih tahu dan paham yakni Kaur Keuangan Desa Geyongan.
“kalau untuk yang tahu jelas itu Pak Broto, karena yang lebih tahu itu Pak Broto,”sebutnya.
Terkait sistem sewa tanah titisara desa Geyongan ditahun 2020 untuk masa garap tahun 2021 Helmi bersama Yoyon Supriyono menyebutkan, sewa tanah tersebut dilakukan sistem lelang terbuka akan tetapi karena minat petani semakin sedikit terkait tanah titisara tahun 2021 untuk masa garap di tahun 2022 dilakukan dengan sistem lelang tertutup.
“kalau lelang tahun 2020 untuk tahun garap 2021 itu ada lelang terbuka, kalau untuk sekarang lelang tertutup,”paparnya.
Diucapkannya untuk tanah titisara yang tidak laku dijual (sewa.red) oleh petani garap hingga saat ini kondisinya tidak ada atau belum ditanami oleh tanaman apapun.
“tidak ditanami apapun,”ucapnya.
Lelang tertutup yang dilakukan Pemerintah Desa Geyongan terjadi karena harga tanah titisara yang terus menurun, bahkan untuk lelang tertutup Helmi dan Yoyon beberkan penjualan tersebut tidak dilakukan dengan cash akan tetapi pembayaran dilakukan dengan cara dihutangkan, bahkan ketika terdapat sawah yang gagal panen diduga petani pun enggan membayar.
“untuk lelang tertutup juga masih banyak yang tidak mau, dan itu juga sawah yang laku ada yang dihutangkan dipetani, dan ada yang bayar ada yang tidak, yang sawahnya tidak menghasilkan, ya nyerah, dilapangannya sayakan nggak tahu, apa ada yang lunas atau belum hingga saat ini,”bebernya.
PADes Desa Geyongan yang dungkapkan Helmi yang setiap tahunnya mengalami penurunan, Dia menyebutkan ditahun 2021 PADes Desa Geyongan sekitar Rp. 80 juta dan untuk tahun 2022 PADes hanya Rp. 50 juta, sehingga penurunan PADes mencapai angka Rp. 30 jutaan.
“yang kemarin Rp.80 juta ditahun 2021, yang sekarang Rp. 50 juta selisih Rp.30 jutaan, karena faktor tidak laku dan alih fungsi,”bebernya.
Sementara ketika dikonfirmasi terkait PADes Geyongan tahun 2021 dan 2022 Subroto Kaur Keuangan Desa Geyongan yang mengalami penurunan harga dibandikan saat periode Kuwu sebelumnya, Subroto menjelaskan banyak terjadi penurunan harga yang ditawar oleh petani garap sehingga pendapatan pada tahun tersebut lebih sedikit dibandingkan saat Kuwu sebelumnya memimpin di Desa Geyongan.
“kalau sekarang harga titisara terus menurun, dibandingkan yang sebelumnya,”kata Subroto.
Diakui Subroto lelang ditahun 2020 untuk masa garap tahun 2021 dilakukan lelang terbuka, akan tetapi lelang 2021 tahun garap 2022 diucapkannya Desa Geyong tidak melakukan lelang seperti tahun sebelumnya, Subroto sebutkan tak hanya itu, untuk tahun garap 2022 juga terdapat titik sawah yang tidak laku di jual (sewa.red) sehingga sawah tersebut di garap oleh Kuwu Desa Geyongan.
“kalau 2020 lelang ada lelang, kalau 2021 tidak ada lelang, untuk sawah yang tidak laku digarap oleh Kuwu,”sebut Subroto.
Subroto juga membeberkan terkait hasil PADes dari tahun garap 2022, hasil yang didapat hasil sewa yang melalui tangannya hanya sebesar Rp. 8 juta Rupiah, hasil tersebut Subroto ungkapkan bersumber dari penjualan Tanah Titisara seluas 0,5 BAU Rp. 3 juta dan dari Tanah Tegal Pangonan Rp. 5 juta, dan penjualan dan hasil dari penjualan (Sewa.red) Tanah Titisara diduga semua dilakukan oleh Kuwu Desa Geyongan, Subroto juga akui berapa nilai yang didapat dari hasil itu Dirinya tidak mengetahui.
“kalau yang dijual melalui saya hanya Tanah Tegal Pangonan, dan Titisara dengan luas 0,5 BAU, kalau Titisara melalui Pak Kuwu sendiri yang menawarkan langsung ke petani,”bebernya.
Berebeda dengan apa yang disampaikan Subroto untuk tanah yang tidak laku diduga dikelola oleh oknum Kuwu Desa Geyongan. namun Helmi sampaikan untuk tanah yang tidak laku dikelola oleh Pemerintah Desa Geyongan.
“untuk tanah titisara yang tidak laku ditanami Timun Suri dengan luas sekitar 3 BAU lebih,lokasinya sekitar embung, dan saat ini di Kacang Sisil, untuk hasil nggak tahu, kalau hasil dari Timun Suri ya Tanya ke Pak Kuwu,tandasnya.
Sementara itu menurut Mohammad Helmi ketika hendak dikonfirmasikan terkait hal tersebut kepada Kuwu Desa Geyongan, Helmi katkan bahwa Kuwu Desa Geyongan Saat itu sedang ada kegiatan diluar.(Sur)