DAMPAK LINGKUNGAN PEMBANGUNAN PULAU REMPANG ECO CITY
Penulis:
Mochamad Gilang Ramadhan
Rempang Eco city merupakan proyek pembangunan strategis nasional menjadi kawasan industri, perdagangan, hingga pariwisata. Pengembang proyek ini adalah PT Makmur Elok Graha yang pada pihak pertama menggandeng Xinyi Group dengan nilai investasinya sebesar 175 triliun. Pembangunan Rempang Eco City yang masih menjadi perdebatan dan menciptakan konflik antara pemerintah dan masyarakat adat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proyek Rempang Eco City harus dilaksanakan dengan komunikasi dan pemahaman yang baik antara semua pihak. Hak mereka atas tanah harus diakui dan ditegakkan sepenuhnya. Strategi ini memungkinkan kita mencapai keseimbangan yang sehat antara pelestarian lingkungan, pelestarian budaya, dan pertumbuhan ekonomi.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang perlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggara Usaha dan/atau Kegiatan.Xinyi Group bakal menggunakan lahan seluas 2.000 hektare. Oleh karena itu, saat ini pemerintah melalui Badan Pengusahaan (BP) Batam sedang berupaya mengosongkan lahan. BP Batam bakal relokasi warga ke Tanjung Banun.Tahap pertama itu Rp 175 triliun. Kalau ini lepas, itu berarti potensi pendapatan asli daerah (PAD) dan menciptakan 30 lapangan pekerjaan.
Rempang eco city adalah proyek strategis nasional yang dilakukan pemerintah indonesia dengan sektor swasta yaitu PT Makmur Elok Graha yang berinduk pada Artha Graha Network yang direncanakan sejak tahun 2004 di tanah seluas 17.000 hektare di pulau Rempang. Namun, atas rencana tersebut tercatat lebih dari 70% dari warga lima desa tua menolak relokasi pembangunan Rempang eco city tahap pertama dan belakangan ini terjadi konflik antara pemerintah dengan masyarakat yang ada di pulau rempang tersebut. relokasi tersebut dinilai berdampak terhadap masyarakat adat yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan selain itu warga menilai pembangunan Rempang eco city dinilai akan merusak ruang lingkup lingkungan hidup mereka karena proyek pembangunan strategis nasional tersebut tidak menganalisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Kemudian berbagai dan produk hukum yang dikeluarkan pemerintah dianggap tidak adil dan demokratis dengan menyalip hak asasi, yaitu hak milik masyarakat hukum adat, wilayah adat, hak menegakan adat istiadat, dan hak ekonomi dan politik.
Sengketa tanah adat sering terjadi di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Konflik semacam itu sering kali melibatkan bentrokan antara masyarakat adat dan pihak lain, seperti pemerintah atau perusahaan, yang ingin mengakses atau mengontrol properti yang dianggap sebagai milik adat oleh masyarakat setempat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengesahkan keberadaan masyarakat hukum adat sebagai badan hukum yang berbeda. Pasal 18B mengakui dan menegaskan keberadaan hukum adat, dengan menyatakan, “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang.” Pengakuan kesatuan masyarakat hukum adat oleh negara berarti juga pengakuan terhadap hukum adat itu sendiri. Dengan demikian, penerapan hukum adat merupakan bagian dari kehendak konstitusi dan bukan kebijakan atau kehendak politik pemerintah
Konflik di Rempang mengkhususkan diri pada bidang properti dan sumber daya manusia, melibatkan persoalan hak atas tanah, hak asasi manusia, dan kepentingan investasi pemerintah. Dalam hal ini, tanah adat masyarakat akan disulap menjadi Rempang Eco City, dengan rencana pembangunan berbagai jenis usaha seperti pabrik dan properti. Namun, masyarakat adat diminta untuk keluar dari kawasan tersebut. Tentu saja, masyarakat adat Rempang menganggap hal ini tidak adil karena hak asasi mereka dilanggar.
Pemerintah berkomiten untuk menjaga hak rakyat, hak kultural, serta hak warga yang telah bermukim secara turun-temurun di Rempang dan investasi Rempang Eco City akan tetap berjalan yang akan menaikan ekonomi indonesia secara umum dan warga di pulau Rempang pada khususnya .
Dengan nilai investasi yang ditaksir bernilai RP.381 Triliun, Rempang Eco City diyakini dapat memberikan eskalasi bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan warga rempang dengan adanya proyek pembangunan strategis nasional Rempang Eco City tersebut juga akan membuka sekitar 3000 lapangan pekerjaan untuk warga di pulau Rempang.
Pulau Rempang yang tergolong sebagai pulau kecil tergolong rentan. Terutama pada perubahan iklim. Kondisi itu, bisa semakin parah ketika pulau kecil dimanfaatkan untuk pembangunan industri berat. Tanpa perizinan tambang pun, kalau ada bencana iklim, dampaknya bagi pulau kecil akan luar biasa. Apalagi kalau Rempang dibebani industri berat untuk pengolahan pasir kuarsa.pasir kuarsa yang digunakan untuk industri tersebut akan diambil dari perairan di Kepulauan Riau. Artinya, akan ada penambangan pasir besar-besaran untuk proyek ini. Hal tersebut akan memberikan dampak kerusakan lingkungan. Satu persatu cacat pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City, di Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), terungkap. Belakangan masyarakat sipil menemukan proyek yang telah mengakibatkan konflik agraria di Pulau Rempang beberapa waktu lalu itu ternyata belum memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).
Hal tersebut diketahui dari beredarnya surat undangan yang dikeluarkan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) perihal kegiatan penyusunan Amdal Kawasan Rempang Eco City, pada 27 September 2023 kemarin. Sementara, aktivitas patok batas dan pengumuman rencana relokasi warga yang tinggal di lokasi PSN sudah mulai sejak awal September lalu, dan membuahkan konflik Belum adanya Amdal ini tentu saja menjadi catatan. Apalagi pelaksanaan PSN ini diperkirakan akan mengundang sejumlah dampak negatif, baik terhadap masyarakat Rempang, maupun lingkungan.
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosialekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Dasar hukum AMDAL Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Ling Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup. Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Setiap orang berhak mengajukan usul kegiatan apa yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.
Proyek investasi pembangunan strategis nasional Rempang Eco City di pulau Rempang yang bermaksud untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan indonesia untuk secara umum dan warga Rempang untuk khususnya nemun menimbulkan sekelumit masalah sengketa agraria antara pemerintah dan warga di pulau rempang dan perihal kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan strategis nasional Rempang Eco City yang tidak melakukan analisis dampak lingkungan terlebih dahulu. Sayangnya, seringkali kemajuan teknologi, pembangunan, dan ekonomi berbanding terbalik dengan lingkungan hidup yang baik dan layak. Dalam mengatasi isu lingkungan dalam pembangunan strategis nasional di pulau Rempang sebaiknya pemerintah melakukan kajian lingkungan sebelum menetapkan Rempang Eco City sebagai proyek strategis nasional. Salah satunya dengan membereskan persoalan Amdal. pemerintah seharusnya mengevaluasi proyek tersebut dari aspek AMDAL dan hukum yang berlaku di Indonesia.