Pelita News | Cirebon Timur – Wilayah Cirebon Timur tengah menggeliat. Pembangunan demi pembangunan terus menjamur, dari sektor industri hingga hiburan. Namun di balik geliat tersebut, muncul kritik tajam terhadap Pemerintah Kabupaten Cirebon yang dinilai lamban dan renggang dalam memberi perhatian serius terhadap perkembangan kawasan tersebut.
“Saat ini Jatiseeng, salah satu sentra di Cirebon Timur, bisa dikatakan menjadi miniatur pertumbuhan urban baru. Dalam radius tidak terlalu luas, tersedia berbagai pilihan hiburan: tempat karaoke, hotel, pusat perbelanjaan Yogya, sentra kuliner seperti Craab 1818 dan Wizmie, hingga proyek café baru yang sedang dalam pembangunan. Tapi lihatlah jalan-jalan sekitarnya. Masih rusak, berlubang, dan lampu PJU mati di banyak titik,” ujar R. Hamzaiya S.Hum., pengamat sosial Cirebon Timur, kepada redaksi, Kamis (4/7).
Menurut Hamzaiya, pertumbuhan kawasan ini seharusnya menjadi alarm bagi Pemkab Cirebon untuk tidak hanya menjadi penonton. Infrastruktur dasar seperti jalan dan penerangan publik seolah tidak mengikuti kecepatan pertumbuhan investasi.
“Cirebon Timur berkembang tanpa komando. Ini tumbuh bukan karena intervensi pemerintah, tetapi karena daya dorong pasar. Tapi tanpa regulasi dan pengawasan yang kuat, maka yang tumbuh bukan hanya investasi sehat, melainkan juga potensi masalah sosial,” ujarnya.
Hamzaiya menyoroti kurangnya pengawasan dalam sektor hiburan yang kini mulai menjamur. Ia menyebut sejumlah tempat karaoke yang ditengarai menyediakan layanan LC (Ladies Companion), serta maraknya rumah kos yang diduga disalahgunakan sebagai tempat praktik prostitusi terselubung.
“Fenomena kostan esek-esek dan karaoke yang menjurus ke praktik prostitusi harusnya menjadi perhatian. Jangan sampai kita hanya berbicara soal investasi tapi menutup mata terhadap degradasi sosial yang sedang mengintai,” tegasnya.
Ia juga menyinggung lemahnya kebijakan terkait tenaga kerja lokal. Menurutnya, pusat-pusat hiburan dan industri yang bermunculan belum menunjukkan komitmen kuat dalam menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar.
“Jangan hanya izinkan bangunan berdiri, tapi lupa menyiapkan aturan main yang memihak warga. Penyerapan tenaga lokal harus diwajibkan. Kalau tidak, masyarakat hanya jadi penonton dari kemajuan di tanahnya sendiri,” tambah Hamzaiya.
Ia mengimbau agar Pemkab Cirebon tidak hanya menerbitkan izin dengan longgar, melainkan memastikan ada tata kelola yang ketat dan berkelanjutan. Mulai dari infrastruktur, tata ruang, hingga sosial budaya.
“Cirebon Timur sedang tumbuh subur. Tapi apakah ia tumbuh sehat? Itu yang harus dijawab oleh Pemerintah Kabupaten Cirebon. Jangan sampai pertumbuhan ini menjadi pisau bermata dua: menjanjikan kemajuan, tapi membawa persoalan baru,” pungkasnya. @Ries