Indramayu, PN
Pencabutan pasal 72 Undang-Undang Nomor: 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa dicabut oleh UU Nomor: 2 Tahun 2020, pasal 8, sejumlah Kuwu akan menghadiri sidang ke 2 terkait uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Demikian disampaikan. Sekretaris Umum Asosiasi Kuwu se Indramayu (AKSI), Wartono kepada Harian Pelitanews, Selasa (11/08).
Pemerintah pusat yang telah mencabut UU no.6 tahun 2014 pasal 72, oleh UU no. 2 tahun 2020 pasal 8 , sedangakan pasal 72 yang isinya kewajiban pemerintah akan menggulirkan anggaran APBN sebesar 10 persen,, hal itu baru berjalan selama enam tahun, dengan dicabutnya pasal 72, sejumlah Kuwu mengajukan perkara ini untuk di uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) agenda pada hari ini (12/08) merupakan sidang ke dua , direncanakan sejumlah Kuwu dari Indramayu akan menghadiri sidang tersebut, selain ke MK juga akan ke Mendagri terkait penundaan pemilihan Kuwu (pilwu) serentak. “Karena berdasarkan UU pelaksanaan pilwu adalah kewenangan pemerintah daerah sedangkan untuk penundaan adalah kewenangan Menteri Dalam Negeri sembagai mana permen yang diterbitkan,” ujar Wartono.
Menurut Sekjen AKSI, jika putusan MK tidak berpihak pada UU no.6 tahun 2014 pasal 72, maka dikawatirkan negara ini akan Keos, ditambah tidak meratanya pembangunan di tiap desa , kita lihat ketika dana dd yang bersumber dari APBN hampir seluruh infrastruktur pedesaan banyak dinikmati masyarakat bawah, sebaliknya jika persoalan. dana dd akan ditiadakan sebagai mana UU no 2 tahun 2020 pasal 8, maka jelas pemerintahan akan mengalami stag dan atau mengalami kemunduran dalam hal pembangunan .
Wartono menambahkan , secara pribadi dengan digulirkannya dana desa merasa senang karena berdampak pemerataan pembangunan di tiap desa , yang selama ini sudah sangat dirasakan oleh masyarakat manfaat dari dana dd tersebut, namun jika berbicara sebagai jabatan Kuwu merasa tidak senang karena banyak tudingan kalau Kuwu disinyalir terindikasi korupsi atas dana dd. Padahal para Kuwu pada saat melaksanakan pembangunan sudah sesuai dengan aturan baik melalui musawarah desa (musda) dan atau mesawarah rencana pembangunan (musrenbang).
Disampingnya itu pada saat pelaksanaan pembangunan banyak sekali pengawasan , nyali dari tingkat birokrasi pada dinas terkait , juga pengawasan oleh sejumlah ormas serta pengawasan secara langsung oleh masyarakat setempat, dan bukan hanya itu ketika sedang melaksanakan. Pembangunan di tahun berjalan banyak sekali usulan dari masyarkat kepada para Kuwu, meminta pembangunan yang diluar musda, para Kuwu tidak mungkin menolak permintaan masyarakat. “Lantas dimana potensi penyelewengan dana tersebut,” tambah Sekjen. (02/san)