Penulis : Reni Kirani
NIM: 2381040091
T. IPS 2 C
STAIN CIREBON
Bencana alam adalah berbagai fenomena alam yang menyebabkan kehancuran dan kerusakan lingkungan. Seringkali menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan alam. Bencana alam biasanya meliputi tanah longsor, gempa bumi, semburan lumpur, banjir, tumpukan salju, gunung berapi, angin topan, tanah longsor, kekeringan, badai dan kebakaran. Kebakaran hutan merupakan salah satu kasus berbahaya yang tersebar di seluruh dunia. Akibat kebakaran yang tidak terkendali membunuh banyak orang dan hewan serta menimbulkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan. Isu lingkungan global mulai muncul dalam beberapa dekade belakangan ini. Kesadaran manusia akan lingkungannya yang telah rusak membuat isu lingkungan ini mencuat. Isu yang paling penting dalam lingkungan adalah mengenai pemanasan global, akibat pemanasan global yang di sebabkan oleh efek rumah kaca yaitu bertambahnya jumlah gas – gas rumah kaca (GRK) di atmosfir yang menyebabkan energi panas yang seharusnya dilepas ke luar atmosfir bumi dipantulkan kembali kepermukaan dan menyebabkan temperature permukaan bumi menjadi lebih panas.
Dalam buku rekor dunia Guinness edisi 2008, Indonesia tercatat sebagai negara yang hutannya paling cepat mengalami kerusakan (deforestasi). Perkiraan Greenpeace, 76%-80% deforestasi ini dipercepat oleh tingginya angka pembalakan liar, penebangan legal, dan kebakaran hutan. Dalam data yang dimiliki oleh Greenpeace disebutkan bahwa dari 44 negara yang secara kolektif memiliki 90% hutan dunia, negara yang meraih tingkat laju. Kebakaran hutan adalah penyebaran api yang terjadi secara alami dan tidak terkendali di kawasan hutan. Penyebab kebakaran hutan biasanya di bedakan menjadi alami dan antropogenik. Penyebab alami kebakaran hutan besar di bumi yang paling umum biasanya adalah sambaran petir. Besarnya api memungkinkan untuk mengamatinya secara visual, bahkan dari luar angkasa. Selain itu, jika terjadi ke bakaran, rumput, semak, lumut, dan lichen terbakar, tanah dan pepohonan rusak, serta mikro organisme mati. Selain itu, salah satu dampak negatif utama kebakaran terhadap lingkungan adalah asap dan polusi udara, yang berdampak pada kehidupan manusia dan hewan dalam jangka panjang. Di hutan muda yang banyak tanaman hijau, kemungkinan berjemur akibat petir jauh lebih rendah di bandingkan di hutan tua yang banyak pohon kering dan sakit. Kebakaran Dixie di California, yang tidak berhenti selama sebulan, telah menjadi kebakaran hutan terbesar kedua dalam sejarah negara bagian tersebut. Kebakaran terjadi pada 13 Januari, setelah itu angin mendorongnya menuju laut. Sekitar 30 ribu orang dievakuasi dari negara bagian tersebut karena ancaman terhadap keselamatan dan nyawa. Dalam beberapa tahun terakhir, kebakaran hutan besar-besaran sering kali menghancurkan wilayah yang luas di berbagai negara bagian Amerika. Pada musim panas tahun 2021, di California utara, 740 lengkungan di lalap api. Kebakaran tersebut membawa kehancuran alam dan ekonomi, serta berdampak pada kondisi mental penghuninya.
Sejalan dengan hal tersebut menurut Hatch & Cunliffe (2006) pengaturan kelembagaan tersebut akan selalu membentuk tindakan seperti apa yang akan dilaksanakan oleh pejabat publik. Pengaturan yang menjadi patokan dalam kelembagaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Riau mengarah kepada pengendalian bencana kabut asap, bukan pada kebakaran yang terjadi, sehingga pekerjaan yang dilakukan berjalan pada penanggulangan (pemadaman) saja. Hal ini terjadi hingga level terkecil pemerintahan dan Masyarakat Peduli Api (MPA). Masyarakat Peduli Api merupakan komunitas masyarakat setempat yang di bentuk oleh Tim BPBD (sebelumnya PUSDALKARHUTLA), sebagai bentuk sosialisasi pemerintah untuk memberi pemahaman dampak jika membakar hutan. Penyebab utama kebakaran hutan antara lain pelemparan korek api atau rokok yang belum padam, botol dan pecahan kaca, api yang tidak padam sempurna, pembakaran yang di sengaja, dan badai petir. Faktor utama yang merusak hutan adalah kebakaran dan suhu udara yang tinggi. Faktor perusak sekunder mencakup luasnya asap, gas beracun, dan tumbangnya pohon (Sevinc et al., 2020). Akibat dari kebakaran hutan besar-besaran antara lain terhentinya penerbangan, perubahan iklim, terhentinya lalu lintas di jalan raya dan kereta api, memburuknya situasi lingkungan secara tajam dan masih banyak lagi (Gates, 2021).
Meskipun peran ekologis dari kebakaran hutan dapat berupa pembaharuan hutan secara alami, dampak dari kebakaran besar membawa banyak dampak negatif bagi penduduk. Kebakaran, khususnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla), merupakan isu global yang kompleks dan memiliki dampak luas. Penanggulangannya pun membutuhkan upaya bersama di berbagai tingkatan, mulai dari lokal, nasional, hingga internasional.
1. Pencegahan
Meningkatkan kesadaran masyarakat, Edukasi dan sosialisasi tentang bahaya karhutla dan cara pencegahannya kepada masyarakat luas, termasuk edukasi terkait hak dan kewajiban dalam menjaga kelestarian hutan. Memperkuat penegakan hukum, menindak tegas pelaku pembakaran hutan dan lahan ilegal, serta memperketat regulasi terkait pengelolaan lahan dan hutan. Mengembangkan sistem peringatan dini, membangun dan meningkatkan sistem deteksi dini dan peringatan kebakaran, memanfaatkan teknologi seperti satelit dan sensor. Menerapkan praktik pengelolaan lahan yang berkelanjutan, mendorong penerapan praktik pertanian dan perhutanan yang ramah lingkungan dan tahan api.
2. Penanganan
Meningkatkan kapasitas pemadaman, memperkuat infrastruktur dan peralatan pemadaman kebakaran, termasuk melatih petugas pemadam kebakaran dan membangun jaringan pemadam kebakaran yang efektif. Memanfaatkan teknologi, menerapkan teknologi mutakhir dalam pemadaman kebakaran, seperti pesawat, pemadam kebakaran dan drone. Melakukan kerjasama internasional, meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar negara dalam penanggulangan kebakaran, seperti pertukaran informasi, sumber daya, dan keahlian.
3. Rehabilitasi
Melakukan reboisasi, melakukan penanaman kembali hutan yang terbakar untuk memulihkan ekosistem dan mencegah erosi tanah. Memberikan bantuan kepada masyarakat, memberikan bantuan dan dukungan kepada masyarakat yang terkena dampak ke bakaran, seperti bantuan pangan, tempat tinggal, dan layanan kesehatan. Melakukan penelitian dan pengembangan, melakukan penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan efektivitas pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi kebakaran.
Kesimpulannya, untuk mengurangi kejadian kebakaran, membatasi kunjungan kehutan selama musim panas yang kering adalah hal yang penting. Selain itu, penting untuk memperhatikan langkah-langkah keselamatan kebakaran selama penebangan dan pekerjaan lain yang menggunakan sarana teknis dan oleh masyarakat serta mendidik masyarakat tentang teknik dasar pemadaman kebajaran hutan. Selain itu, penting untuk melengkapi unit-unit untuk memadamkan kebakaran hutan dan membersihkan lokasi penebangan dari kayu yang di panen, ranting-ranting, serpihan kayu dan hutan dari pohon -pohon kering dan puing – puing pada waktu yang tepat. Dengan adanya tindakan pencegahan dan persiapan, risiko kebakaran di area yang luas dapat diminimalkan. Meiwanda, G. (2016). Kapabilitas Pemerintah Daerah Provinsi Riau: hambatan dan tantangan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Jurnal ilmu sosial dan ilmu politik, 19 (3), 251-263.
Sabrina, A. M. (2015) . Strategi Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan. Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial, 9(1), 119-130.