Kabupaten Cirebon, PN
Nissa Rengganis, perempuan kelahiran Kota Cirebon, 08 September 1988 telah banyak merilis buku puisinya tergabung dalam antologi bersama.
Puisi Puisi Nissa Rengganis antara lain ” Ibu Kota Keberaksaraan ” Jakarta Internasional Literary Festival 2011, ” Dikamar Mandi ” 62 Penyair Jawa Barat – Komunitas, Malaikat Bandung 2012, ” Sauk Seloko ” Penyair Nusantara – Jambi 2012, ” Negeri Abal Abal ” – Antologi Puisi Perempuan Indonesia, KPPI 2013, Jalan Bersama, Yayasan Panggung Melayu 2014, ” Titik Temu ” Komunitas Kampung Jerami 2014.
Buku Antologi puisi pertamanya ” Manuskrip Sepi ” karya Nissa Rengganis terpilih dalam sayembara Hari Puisi Indonesia tahun 2015 lalu puisi ke dua berjudul ” Obituari Puisi ” 2019 diterbitkan Penerbit Gambang Buku Budaya.
Tahun 2021 ini, Nissa Rengganis merilis buku puisinya yang ketiga berjudul ” Suara Dari Pengungsian ” ( Langgam Pustaka 2021 )
Dalam wawancaranya dengan Journalist Harian Pelita News, selasa ( 16/11/21 ) Nissa Rengganis menjelaskan bahwasannya buku Antologi puisi ” Suara dari Pengungsian ” adalah salah satu upaya saya untuk merekam tragedi kemanusian yang tampak telanjang, dihadapan kita ” suara suara itu tak bisa diredam, semakin kita menghindar, semakin nyaring terdengar ” jelasnya.
” Ada 50 judul puisi dalam Suara Dari pengungsian yang mengajak para pembaca memasuki ruang ruang gelap para pengungsi, potret buram nasib para pengungsi di Rohingya, Suriah, Palestina hingga suara paling sunyi milik tentara anak sierra Leon yang tengah berperang ” tegasnya.
Lanjut Nissa Rengganis, setiap detik, konflik dan bencana alam memaksa seseorang untuk mengungsi dinegara mereka sendiri ” pengungsian dipengaruhi oleh banyak hal dimulai dari persoalan konflik, kekerasan, bencana alam hingga masalah ekonomi ” ucapnya.
” Setidaknya dalam laporan Pusat Pemantauan Pengungsi Internal ( IDMC ) dan Dewan Pengungsi Norwegia ( NRC ) pada tahun 2020 diberbagai negara mengalami peningkatan jumlah pengungsi ” tandasnya.
Angka ini jumlah tertinggi pengungsi baru yang dilaporkan dalam 10 tahun dan menjadi jumlah total orang yang hidup dalam pengungsian internal diseluruh dunia mencapai 75 juta jiwa, terang Nissa Rengganis.
Ditambahkannya mengutip laporan dari Kepala NRC, Jan Egeland, saat ini pengungsi internal lebih dari dua kali lipat dari sekitar 26 juta jumlah pengungsi lintas perbatasan ” konflik yang berlarut larut separti yang terjadi di Rohingya, Suriah, Afghanistan, Palestina dan Republik Demokratik Kongo juga terus memaksa banyak orang untuk mengungsi ” ujarnya.
Menurut Nissa Rengganis tak perlu jauh dinegara lain, Indonesia dengan banyaknya bencana dan konflik mencatat banyaknya pengungsi yang hidup ditenda tenda darurat, tsuname di Aceh, Gempa di Lombok, Palu, Padang, Jogja dan banyak tempat lainnya ” para pengungsi terus bertahan hidup dengan segala keterbatasan ” imbuhnya.
Persoalan ini terus menghantui hati nurani kita, suara suara dari orang orang ditenda pengungsian terus meringsek masuk kedalam pikiran kita, menjelajahi sudut kamar, ruang ruang pertemuan, kafe hingga menjelma puisi ” disaat doa doa diterbangkan, mimpi mimpi dilayarkan, kami hidup berimpitan, diantara puisi dan slogan slogan ” ungkap Nissa Rengganis.
” Sastra tidak lahir dari ruang hampa, seabsurd dan sesurealis apapun sebuah karya sastra, ia senantiasa merupakan pantulan kenyataan, ia adalah nukilan tragedi yang tersisa dari carut marutnya perang, ia adalah sublimasi dari belantara politik ekonomi, ia adalah keterasingan, keterpinggiran sekaligus semangat perlawanan pada diri dan zamannya, sastra tidak pernah tercipta dari kekosongan budaya ” paparnya.
Nadine Godimer menyebutnya sebagai state of being, tak ada keadaan ” ada ” yang murni, tak ada teks yang tak bersinggungan dengan yang lain ” karenanya sastra akan terus berkejaran dengan kondisi sosial yang melingkupinya ” kata Nissa Rengganis.
Selain membicarakan soal pengungsian, saya juga menyuguhkan puisi dalam bentuk satir kepada negara, bertanya sekaligus menggugat sejauh mana negara punya kepedulian pada para pengungsi ” Atas Nama Negara, Kematian Hanya Angka Angka Di Sidang Paripurna, Berita Kelaparan, Berebut Iklan di Koran, Tergusur Baliho Politisi Yang Senyumnya Masam, Slogan Slogan Menyambut Kemiskinan, Selamat Datang, Jangan Lupa Makan Siang, Negara Butuh Laporan, tegasnya.
Diakhir pertemuan dengan Journalist Harian Pelita News, buku puisi ” Suara Dari Pengungsian ” adalah upaya kecil, saya sebagai penulis untuk mengetuk hati nurani kita sebagai manusia serta menyuarakan penderitaan yang setiap hari telanjang dihadapan kita, setidaknya untuk diri sendiri, pungkas Nissa Rengganis. ( Nurzaman )